Senin, 21 Maret 2016

Profil Kota Banda Aceh


        I.                         Deskripsi Batasan Wilayah 
Letak geografis Kota Banda Aceh berada antara 05º30′ – 05º35′ LU dan 95º30′ – 99º16′ BT, yang terdiri dari 9 kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km².Adapun batas-batas administrasi wilayah Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut : 

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin  Jaya,  Kabupaten Aceh Besar
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan  Darussalam, Kabupaten Aceh Besar


 Gambaran Wilayah dalam Lingkup Lebih Luas
Dalam Sistem Perkotaan Nasional, Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sebagaimana yang dikemukakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, yang disusun berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007. Namun seiring dengan isu penataan ruang yang mendasari perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Banda Aceh 20 tahun ke depan, maka hirarki Kota Banda Aceh diusulkan untuk dipromosikan dan ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKNp). Penetapan Kota Banda Aceh sebagai PKNp ini juga sejalan dengan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang serta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Aceh Tahun 20092029. Beberapa faktor yang mendasari penetapan sebagai PKNp tersebut adalah :
  • Kota Banda Aceh sebagai Ibukota Provinsi Aceh;
  • Kota Banda Aceh sebagai pintu gerbang provinsi dari segi transportasi laut dan udara
  • Fungsi Kota Banda Aceh sebagai pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan dan jasa, pelayanan pendidikan dan kesehatan, pusat keagamaan; 
  • Dukungan nilai historis yang terdapat di Kota Banda Aceh untuk pengembangan kegiatan pariwisata.

Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Dalam realitanya, pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. 
Pembagian sistem pusat pelayanan dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut : 
  • Fungsi Kota Banda Aceh sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan, pusat keagamaan 
  • Penetapan Kota Banda Aceh sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang dipromosikan sebagai Pusat Kegitan Nsional (PKNp) dalam Rencana Sistem Perkotaan Nasional
  • Jangkauan pelayanan secara fungsional
  •  Aksesibilitas antar kawasan dan antar wilayah
  • Kelengkapan dan pemusatan sarana dan prasarana
  • Efisiensi pemanfaatan lahan 

          Pemanfaatan Ruang Kota
1) Penggunaan Lahan

Arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan Pengembangan Terbatas (Restristic Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted Development Area, zona IV). pola penggunaan lahannya yang terdiri dari kawasan terbangun seluas 2.124,95 Ha atau 34,63% dan kawasan non terbangun berupa ruang terbuka seluas 4.010,95 Ha atau 65,37%. Kawasan terbangun meliputi permukiman, perkantoran baik pemerintah maupun swasta, pelayanan umum, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan wisata, pelabuhan, peribadatan, dan kesehatan, sedangkan ruang terbuka meliputi taman, hutan kota, kawasan lindung, kuburan, rawa-rawa, dan tambak atau areal genangan. pembangunan perumahan baru kondisi sesudah bencana gempa dan tsunami di kawasan prioritas umumnya adalah rumah kavling sedang (antara 200-500 m²), kavling besar (di atas 500 m²) dan bahkan ada pembangunan rumah dengan ukuran kavling sangat besar (di atas 1.000 m²) 

ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI 

PETA PENGGUNAAN TANAH EKSISTING

2) Kecenderungan Perkembangan Kota
Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh ”Multi Nuclei Model” atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai kecenderungan pola linier dan berkembang mengikuti jaringan jalan sehingga menunjukkan pola pengembangan ruang dengan Linear Growth Model. Dari struktur ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan perkotaan (Kota Banda Aceh) mengarah ke selatan (berbatasan langsung dengan Aceh Besar) maka pusat pelayanan kota (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga) di Lhong Raya berada diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, kecenderungan pusat perkotaan Banda Aceh untuk mendatang diperkirakan mengarah ke Selatan di Kawasan Batoh/Lamdom bahkan sampai ke wilayah Kabupaten Aceh Besar (Keutapang dan Lambaro). 

             Kependudukan
A. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah sekitar 230.828 jiwa Pasca terjadinya tsunami, jumlah penduduk Kota Banda Aceh berkurang secara drastis yaitu sebesar sekitar 25,61%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah penduduk sebelum tsunami adalah sebanyak 239.146 jiwa dan tereduksi menjadi 177.881 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang) sebanyak 61.265 jiwa.



pada tahun 2007 terjadinya peningkatan jumlah penduduk sebesar 219.857 jiwa atau terjadinya pertumbuhan penduduk sebesar 11,8 % per-tahun dalam kurun waktu tiga tahun yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Berdasarkan angka tingkat pertumbuhan penduduk tersebut, maka untuk pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh ke depan diproyeksikan dengan menggunakan model bunga berganda.

 PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2009-2029
TAHUN
JUMLAH PENDUDUK
KETERANGAN
2007
219.857 Jiwa
Tahun Dasar
2008
245.800 Jiwa
Pertumbuhan 11,8%
2009
274.805 Jiwa
Pertumbuhan 11,8%
2010
307.231 Jiwa
Pertumbuhan 11,8%
2011
314.605 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2012
322.156 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2013
329.887 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2014
337.805 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2015
345.912 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2016
354.214 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2017
362.715 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2018
371.420 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2019
380.334 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2020
389.462 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2021
398.809 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2022
408.381 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2023
418.182 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2024
428.218 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2025
438.495 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2026
449.019 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2027
459.796 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2028
470.831 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
2029
482.131 Jiwa
Pertumbuhan 2,4%
Sumber: BPS Tahun 2008 dan Hasil Perhitungan Proyeksi. 

Dari hasil proyeksi tersebut diperoleh jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga tahun 2029 yaitu sebanyak 482.131 jiwa. Jumlah ini telah mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat 

          Kondisi Sosial Budaya

1) Kondisi Sosial
"Hukom" (dalam arti aturan-aturan Agama Islam) merupakan wewenang para ulama yang dilambangkan pada Ulama Besar yang terkenal "Tgk. Syiah Kuala (Syekh Abdurrauf)". Urusan "qanun" seperti tertib sopan santun didalam perkawinan dan lain-lain diserahkan menjadi urusan Maharani, yang dilambangkan dengan Putroe Phang (Putri Pahang). Urusan "reusam" (kebiasaan) menjadi wewenang panglima kaum dan bentara-bentara di masingmasing tempat atau negeri. "Hukom ngon adat lagee zat ngon sipheut" adalah hukum dengan adat terjalin erat bagaikan zat dengan sifat.
2) Sifat Gotong Royong
Konsep gotong royong dikalangan masyarakat Aceh dikenal dengan ungkapan "Meuyo ka mufakat lampoh jeurat pih ta pengala", artinya kalau sudah mufakat, tanah kuburan keluargapun bisa kita gadaikan.
3) Kehidupan Religius
Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan ajaran agama Islam, sehingga di setiap sendi-sendi kehidupan tidak pernah lepas dari pengaruh agama Islam. Dari prinsip hidup masyarakat Aceh itulah barangkali yang menjadi salah satu faktor penyebab lahirnya istilah daerah Aceh sebagai "Serambi Mekkah", dan faktor itu pula sebagai salah satu ukuran untuk menjadikan Aceh sebagai Daerah Istimewa, yang berubah menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

           Potensi Ekonomi Wilayah
   A. Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banda Aceh atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2004 di dominasi oleh sektor ekonomi (lapangan usaha) berturut-turut: perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 32,29% (Rp. 593.414,91 juta)  dari PDRB (Rp 1.838.024,55 juta), pengangkutan dan komunikasi 21,92%, jasa-jasa 17,25%, pertanian 9,60%, serta bangunan dan konstruksi 8,02% dari PDRB.
DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR
DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda Aceh Dalam Angka Tahun 2000-2004
  
Nilai PDRB Kota Banda Aceh atas dasar harga konstan (ADHK) dari tahun 2000 sampai dengan 2004 tumbuh rata-rata sebesar 5,05%. Sektor ekonomi yang mempunyai nilai pertumbuhan lebih besar dari 5,05% (pertumbuhan PDRB), yaitu: bank dan lembaga keuangan lainnya 22,69%, serta listrik dan air minum 6,35%. Sektor ekonomi lainnya mempunyai pertumbuhan lebih kecil dari 5,05%.

B. Kegiatan Ekonomi
Kegiatan-kegiatan ekonomi yang selama ini dianggap dominan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Banda Aceh, dapat diuraikan pada bagian berikut ini.  
·         Perdagangan
Sebagai wilayah perkotaan peranan kegiatan perdagangan di Kota Banda Aceh sangat dominan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi 32,29% dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,36% ratarata per tahun (ADHK).
·         Perindustrian
Peranan sektor industri pengolahan di Kota Banda Aceh belum begitu dominan yaitu 4,02% (Rp 73.895,13 juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,95% rata-rata per tahun (ADHK).
·         Pertanian
Peranan sektor pertanian di Kota Banda Aceh yaitu sebesar 9,60% (Rp 176.394,81 juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 - 2004 sebesar 2,71% rata-rata per tahun (ADHK). Sektor pertanian yang akan diuraikan di bawah ini yaitu subsektor perikanan, karena subsektor ini memegang peranan penting dalam perekonomian Kota Banda Aceh. 

       Potensi Sumber Daya Alam

Kota Banda Aceh merupakan kota pesisir yang berada di ujung Barat Pulau Sumatera memiliki daya tarik sendiri untuk mendukung sector pariwisata dan perikanan. Daya tarik ini menjadi potensi alam yang utama kota dalam meningkatkan perekonomian daerahnya dimasa yang akan datang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggali dan mengembangkan potensi alam yang dimiliki tersebut antara lain :
1)    Pengembangan kawasan pantai sebagai wisata alam. Kawasan ini dibatasi pengembangannya untuk kegiatan fisik perkotaan atau untuk pengembangan ruang terbuka hijau yan berfungsi sebagai buffer zone. Kawasan ini dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata pantai, wisata air atau bahari, pemancingan, arena perkemahan, kuliner dan tempat penelitian. Lokasi pengembangan wisata ini adalah di daerah Ulee Lheu, Gampong Pande, Gampong Jawa, Deah Raya dan Alue Naga.
2)    Pengembangan potensi perikanan. Salah satu bentuk pengembangan potensi perikanan ini adalah berupa penyediaan lahan utuk pengembangan industri perikanan yang diarahkan lokasi di Lampulo. Kegiatan industri perikanan ini berupa pengumpulan dan pengolahan ikan hasil tangkapan secara terpadu dari nelayan Banda Aceh dan daerah sekitarnya yang siap untuk kebutuhan sendiri maupun ekspor ke daerah lain dan luar negeri.  

ISUE STRATEGIS
Perkembangan pembangunan pasca tsunami di Kota Banda Aceh berjalan secara pesat dan kurang terkendali yang disebabkan oleh tingginya aktivitas rehabilitasi/rekonstruksi menimbulkan bangkitan lalu-lintas yang menjadi salah satu penyebab permasalahan sistem transportasi
isu-isu lainnya yang tidak kalah penting dalam menata Kota Banda Aceh ke depan antara lain adalah sebagai berikut : 
·         Faktor historis (sejarah), bahwa Kota Banda Aceh merupakan pusat kerajaan Aceh yang ditandai dengan peninggalan sejarah (heritage), seperti kawasan Gampong Pande sebagai pusat kerajaan, makammakam raja, taman Putroe Phang, Gunongan, Pinto Khop, Kerkhof, Taman Sari, Kawasan Blang Padang (monumen pesawat pertama RI dan bekas stadion Kutaraja), Krueng Aceh sebagai tempat sarana transportasi air hingga ke Indrapuri (Aceh Besar) yang juga merupakan kawasan kerajaan tempo dulu, dan sebagainya.
·         Secara geografis merupakan ibukota Provinsi Aceh, yang mempunyai fungsi pelayanan pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan.
·         Kota Banda Aceh merupakan kota hirarki I di Provinsi Aceh dengan wilayah pengembangan Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya. 
·         Kota Banda Aceh merupakan pusat keagamaan (Islamic Centre) di Provinsi Aceh. 
·         Kota Banda Aceh merupakan pusat pengembangan wisata yang berbasis masyarakat dan budaya Islami, yang meliputi wisata alam (wisata pantai, bahari, pemancingan, arena perkemahan, play ground, dan sebagainya), wisata budaya dan spiritual, wisata tsunami, wisata kuliner, wisata pendidikan, dan sebagainya.
·         Kota Banda Aceh merupakan pusat pengembangan pendidikan yang berkualitas.
·         Pertumbuhan ekonomi kota yang merangsang tumbuhnya aktivitas pembangunan pada kawasan baru yang selama ini diperuntukkan sebagai kawasan non komersial dan jasa.
·         Pengembangan kota yang berbasis program “Water Front City” terutama pada kawasan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh dan Krueng-krueng lainnya yang melintasi Kota Banda Aceh, dengan harapan agar kelestarian dan keindahan lingkungan sungai tetap terjaga serta mempunyai nilai jual dan ekonomi yang tinggi.
·         Mitigasi bencana, yang bertujuan agar pola pengembangan ruang ke depan dapat menjamin keamanan dan kenyamanan dengan menyediakan ruang (space) sebagai jalur, areal maupun bangunan penyelamatan penduduk ke tempat yang lebih aman apabila kemungkinan terjadinya bencana gempa dan tsunami. 
·         Pengaruh kerjasama regional dan internasional seperti IMTGT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle), WTO (Word Trade Organization) Tahun 2020, dan kebijakan nasional pengembangan KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu), akan menjadi pemicu terhadap kesiapan Kota Banda Aceh dalam menghadapi pengaruh kebijakan global tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar